Hukum Bermesraan dengan Pasangan di depan Umum dalam Islam | Busrolana.com
Busrolana.com - Pada hakikatnya, bermesraan
setelah menikah adalah sesuatu yang dihalalkan di dalam Islam. Namun bukan
setiap perkara yang halalkan bagi suami istri boleh ditampakkan di depan umum,
salah satu contohnya adalah bermesraan di depan umum. Jangankan memamerkan
kemesraan, menceritakan masalah ranjang saja diharamkan di dalam Islam.
Dari Abu Sa’id Al-Khudry
rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ
اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ،
وَتُفْضِي إِلَيْهِ، ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
Sesungguhnya manusia yang
paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah seorang lelaki
yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya, kemudian suami
menyebarkan rahasia istrinya. (HR. Muslim, hadits no. 1437).
Rasulullah shallallahu
‘alihi wa sallam bersabda :
فَلَا تَفْعَلُوا فَإِنَّمَا مِثْلُ
ذَلِكَ مِثْلُ الشَّيْطَانُ لَقِيَ شَيْطَانَةً فِي طَرِيقٍ فَغَشِيَهَا
وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ
Janganlah kalian lakukan.
Karena perbuatan semacam ini seperti setan lelaki yang bertemu dengan setan
perempuan di jalan, kemudian dia melakukan hubungan intim, sementara setan lain
melihatnya. (HR. Ahmad, hadits no. 27583).
Imam An-Nawawi rohimahullah
mengomentari hadits di atas di dalam kitabnya Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim :
وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ تَحْرِيمُ
إِفْشَاءِ الرَّجُلِ مَا يَجْرِي بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ مِنْ أُمُورِ
الِاسْتِمْتَاعِ وَوَصْفِ تَفَاصِيلِ ذَلِكَ وَمَا يَجْرِي مِنَ الْمَرْأَةِ فِيهِ
مِنْ قَوْلٍ أَوْ فِعْلٍ وَنَحْوِهِ فَأَمَّا مُجَرَّدُ ذِكْرِ الْجِمَاعِ فَإِنْ
لَمْ تَكُنْ فِيهِ فَائِدَةٌ وَلَا إِلَيْهِ حَاجَةٌ فَمَكْرُوهٌ لِأَنَّهُ
خِلَافُ الْمُرُوءَةِ
Di dalam hadits ini terdapat
pengharaman bagi suami untuk menyebarkan apa yang terjadi antara dia dan
istrinya dalam perkara istimta’ (bersenang-senang dalam hubungan
biologis), dan menggambarkan detail yang terjadi di antara keduanya, dan apa
yang dilakukan oleh pihak wanita (istri), baik berupa ucapan, perbuatan, dan
semacamnya. Adapun semata-mata menceritakan adanya hubungan suami istri (tanpa
menyebutkan detailnya), jika hal itu tidak ada faidah dan tidak ada kebutuhan,
maka hukumnya makruh, karena hal ini dinilai menyelisihi
(menurunkan) muru’ah (kehormatan seseorang). (Al-Minhaj Syarah Shahih
Muslim, jilid 10 halaman 8).
Perkara ranjang saja haram
hukumnya untuk diceritakan, apalagi bermesraan secara langsung di depan umum, entah
itu niat pamer ataupun bukan. Perbuatan semacam ini dilarang di dalam Islam
karena bisa menimbulkan fitnah bagi kaum muslimin. Di samping itu seorang
muslim harus mengedepankan rasa malu ketika pamer kemesraan di depan umum,
karena jika rasa malu tidak dirasakan ketika memamerkan kemesraan di depan
umum, maka iman sudah tidak ada di dalam hati, karena malu adalah sebagian dari
iman.
Dari Abu Hurairah
rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ -
أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ - شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ
مِنَ الْإِيمَانِ
Iman itu ada 70 atau 60
sekian cabang. Yang paling tinggi adalah perkataan ‘laa ilaha illallah’ (tiada
sesembahan yang berhak disembah selain Allah), yang paling rendah adalah
menyingkirkan gangguan dari jalanan, dan sifat malu merupakan bagian dari iman.
(HR. Muslim, hadits no. 35).
Sebagai seorang muslim
hendaknya mempunyai rasa malu, karna jika seorang muslim tidak mempunyai rasa
malu, maka ancaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah silahkan
perbuat sesukamu.
Dari Abu Mas’ud rodhiyallahu
‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ
مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُولَى: إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
Sesungguhnya termasuk
perkara yang didapati oleh manusia dari perkataan nubuwwah (kenabian) yang terdahulu
adalah jika engkau tidak malu maka berbuatlah sesukamu. (HR. Bukhari, hadits
no. 6120).
Hadits ini adalah ancaman
baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap siapapun yang tidak
mempunyai rasa malu, beliau sampai mengatakan silahkan perbuat sesukamu jika
tidak malu, namun azab Allah akan selalu mengintai orang yang tidak mempunyai
rasa malu setiap waktu.
Maka dari itu kenapa tidak
boleh memamerkan kemesraan dengan pasangan di depan umum? Setidaknya ada
beberapa alasan di dalam Islam yang melarang untuk memamerkan kemesraan di
depan umum :
1. Islam mengajarkan kepada
setiap pemeluknya rasa malu.
Rasa malu adalah sifat asli
seorang manusia, siapapun pasti punya rasa malu dan sebagai seorang muslim
hendkanya mengedepankan rasa malu, karena malu adalah sebagian dari iman.
Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits di atas yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah rodhiyallahu ‘anhu.
Dari Abu Hurairah
rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ -
أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ - شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ
مِنَ الْإِيمَانِ
Iman itu ada 70 atau 60
sekian cabang. Yang paling tinggi adalah perkataan ‘laa ilaha illallah’ (tiada
sesembahan yang berhak disembah selain Allah), yang paling rendah adalah menyingkirkan
gangguan dari jalanan, dan sifat malu merupakan bagian dari iman. (HR. Muslim,
hadits no. 35).
Rasulullah mengajarkan
kepada kita semua agar tidak menampakkan sesuatu yang selayaknya tidak pantas
dilihat oleh orang lain.
2. Memamerkan kemesraan di
depan umum bisa memicu syahwat orang lain.
Orang-orang yang di dalam
jatinya ada penyakit, maka bisa menjadikan kemesraan seseorang di depan umum
menjadi sebuah dosa, seperti dia melihat tangan wanita, atau melihat wajahnya
dan sebagainya. Ada tipe orang yang mudah bersyhwat kepada orang lain.
Kadang-kadang apa yang dianggap biasa bisa menjadi dosa bagi orang lain, maka
dari itu hendaknya menjauhi perbutan semacam ini, dan Islam memerintahkan untuk
menjauhi mudorot sebelum terjadi.
Sebuah qoidah ushul fiqh
menyebutkan :
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
Mencegah kemudorotan lebih
didahulukan daripada mengambil manfaat.
Sebelum mudorot datang, maka
cegah terlebih dahulu dengan tidak memamerkan kemesraan di depan umum.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ
سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ
بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
Dan barangsiapa yang
mencontohkan suatu contoh yang buruk dalam Islam, maka dia menanggung dosanya
dan dosa orang yang mengerjakannya setelah dia, tanpa berkurang sesuatu pun
dari dosa-dosa mereka. (HR. Muslim, hadits no. 1017).
Oleh karnanya, jika perbuatan
itu dicontoh oleh orang lain, maka dia akan mendapatkan dosa sebagaimana yang
dilakukan oleh orang yang mencontoh perbuatannya tersebut. Maka hindarilah
bermesraan dengan pasangan di depan umum karna ada rumah sebagai tempat yang
bebas untuk bermesraan dengan pasangan.
Semoga bermanfaat.
Penulis : Fastabikul Randa
Ar-Riyawi
Posting Komentar